JT.COM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi menghentikan penuntutan terhadap dua perkara pidana umum melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) di Kantor Kejari Jambi, Kamis (26/6/2025).
Kepala Kejaksaan Negeri Jambi, M.N. Ingratubun, S.H., M.H., didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Yoyok Satrio, S.H., M.H., serta Jaksa Penuntut Umum Dwi Yulistia, S.H., menyatakan bahwa penghentian ini dilakukan terhadap dua tersangka, yaitu M. Al Alif Adrian dalam perkara penyalahgunaan narkotika dan Muhammad Faisal Simbolon dalam perkara penadahan.
“Penghentian penuntutan ini mengacu pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020 dan Pedoman Jaksa Agung No. 18 Tahun 2021 yang mengatur penyelesaian perkara tindak pidana melalui pendekatan keadilan restoratif,” jelas Kepala Seksi Intelijen, Afriadi Asmin, S.H., M.H.
M. Al Alif terbukti melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ia akan menjalani rehabilitasi medis selama tiga bulan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jambi serta pekerjaan sosial selama satu bulan di Dinas Sosial Provinsi Jambi.
“Rehabilitasi ini akan terus dipantau Kejari Jambi bersama RSJ Provinsi Jambi agar proses pemulihan berjalan optimal,” kata Afriadi.
Sementara itu, Muhammad Faisal Simbolon dijerat Pasal 480 ke-1 KUHP tentang penadahan.
Ia mendapatkan RJ setelah melalui proses perdamaian dengan korban. Tersangka dinilai kooperatif, belum pernah dihukum, serta ancaman pidananya di bawah lima tahun.
“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela. Tersangka telah meminta maaf dan korban menerima dengan ikhlas. Tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” imbuh Afriadi.
Kedua perkara ini sebelumnya telah mendapat persetujuan penghentian penuntutan dari JAM-Pidum melalui Direktur B, Wahyud, S.H., M.H.
Sebagai bentuk pengawasan, Kejari Jambi menerapkan electronic monitoring dengan pemasangan alat pengawas elektronik (APE) terhadap tersangka yang dikenakan penangguhan penahanan.
“Penerapan APE adalah langkah maju sistem peradilan pidana modern dan humanis. Pengawasan dilakukan secara real-time dan terintegrasi oleh petugas yang telah dilatih secara teknis,” ujar Afriadi.
Kajari Jambi mengingatkan bahwa surat penghentian penuntutan ini bersifat sementara.
“Apabila perbuatan serupa kembali dilakukan, penghentian tuntutan dapat dicabut dan ancaman hukuman maksimal akan diberlakukan,” tegasnya.
Terakhir Kajari juga mengutip arahan Jaksa Agung RI, S.T. Burhanuddin.
“Saya tidak menghendaki kalian melakukan penuntutan asal-asalan tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Rasa keadilan tidak ada dalam KUHP atau KUHAP, tetapi ada dalam hati nurani kalian. Camkan itu,” ujar Kajari mengutip instruksi tegas Jaksa Agung RI S.T. Burhanuddin.(Nhr)
Discussion about this post