JT. COM – Dalam peta pergerakan lingkungan hidup di Indonesia, nama Tubagus (Bagus) dikenal luas sebagai sosok dengan rekam jejak panjang.
Perjalanan kariernya dimulai dari relawan di tingkat daerah hingga menempati posisi strategis di tingkat nasional.
Bagus memulai kiprahnya sebagai relawan di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan. Ia terlibat langsung dalam penanganan isu lingkungan, mulai dari deforestasi, konflik lahan, hingga dampak industri ekstraktif.
Kemampuannya menganalisis persoalan dan memahami kondisi lokal menjadi modal penting dalam menyusun strategi advokasi dan kampanye.
Salah satu kontribusi besarnya adalah mengangkat isu kebakaran hutan dan lahan menjadi agenda utama WALHI Sumsel.
Bersama WALHI Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, isu ini mendapat perhatian nasional dan mendorong pemerintah mengambil langkah penanganan.
“Ia bukan sekadar aktivis, tetapi organisator yang mampu menerjemahkan isu besar menjadi aksi nyata di lapangan,” ungkap salah satu rekan seperjuangannya.
Kesuksesannya di daerah mengantarkan Bagus ke posisi Direktur WALHI Jakarta. Di bawah kepemimpinannya, lahir kampanye “Jakarta Bersih” yang fokus pada isu polusi udara sebagai hak asasi manusia.
Kampanye ini menyoroti sumber polusi dari kendaraan, industri, hingga lemahnya pengawasan pemerintah.
Bagus bersama Koalisi Ibukota menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas kualitas udara melalui gugatan Citizen Lawsuit (CLS) yang diajukan bersama 32 warga.
Gugatan ini dimenangkan di tiga tingkat peradilan, yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (2021), Pengadilan Tinggi Jakarta (2022), dan Mahkamah Agung (2023).
Kemenangan ini menjadi tonggak penting bagi gerakan lingkungan di Indonesia.
Setelah sukses di Jakarta, Bagus dipercaya masuk dalam jajaran Eksekutif Nasional (Eknas) WALHI. Langkah ini memperkuat perannya dalam mengawal isu-isu lingkungan di tingkat nasional.
Meski memegang posisi strategis, Bagus dikenal tetap sederhana. Direktur Yayasan Keadilan Rakyat (YKR), Achmad Subhan, mengisahkan pengalaman pribadinya.
“Ketika menjadi Direktur WALHI Jakarta, dia tidak mau membangunkan saya yang tertidur di ruangannya. Bahkan rapat pun dipindahkan agar saya tetap bisa istirahat,” ujar Achmad sambil tersenyum.
Achmad menegaskan, sikap rendah hati Bagus tidak berubah meski berada di puncak jabatan. Kebiasaannya tidur di kantor dan tetap berbaur dengan rekan seperjuangan menjadi ciri khas yang dipertahankan.
“Dia tidak berubah sejak dulu. Posisi tinggi tidak membuatnya merasa lebih dari yang lain. Itu yang membuat saya terus mendukungnya,” tambah Achmad.
Kisah Tubagus menunjukkan bahwa perjuangan lingkungan hidup membutuhkan konsistensi, integritas, dan kesederhanaan. Sosoknya menjadi inspirasi bagi gerakan yang lahir dari keteguhan prinsip, bukan sekadar popularitas atau jabatan. (Nhr)
Discussion about this post