JT.COM – Harapan petani kelapa dan pinang di Kabupaten Tanjungjabung Timur, Jambi, kembali terhempas oleh anjloknya harga komoditas utama mereka.
Harga kelapa dalam yang sempat menembus angka Rp7.000 per kilogram, kini merosot tajam menjadi Rp3.500 hingga Rp3.700 per kilogram. Kondisi ini memukul perekonomian petani yang bergantung sepenuhnya pada hasil panen tersebut.
Kelesuan ini juga dirasakan para pengepul, seperti Riko, yang mengaku telah menelan kerugian dua kali akibat harga jual yang terus menurun selama menunggu proses pengangkutan ke gudang.
“Saya sudah dua kali rugi, kira-kira Rp400 per kilogram. Permintaan sebenarnya tinggi, tapi karena antrean muat dan pembayaran dari gudang yang tertunda, kami tidak bisa menyesuaikan harga,” keluh Riko, Senin (2/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa sistem pembayaran yang digunakan masih berbasis Delivery Order (DO), sehingga pembayaran dari gudang bisa tertunda hingga lima hari. Keterlambatan ini berimbas langsung ke petani, yang harus menunggu giliran untuk mendapatkan pembayaran hasil panen mereka.
“Kalau dari gudang belum bayar, kami juga tidak bisa bayar petani. Ini yang paling memberatkan, apalagi harga terus menurun saat tunggu pembayaran,” ujarnya.
Tidak hanya kelapa, harga pinang juga mengalami fluktuasi. Setelah sebelumnya sempat tembus hingga Rp30.000 per kilogram, harga kini bertahan di angka Rp20.000. Meskipun tidak sedrastis kelapa, ketidakpastian pembayaran juga membayangi petani pinang.
“Barang kami banyak, tapi pembayaran sering terlambat. Kadang harus tunggu lama dari toke atau pembeli besar,” ungkap Sugeng, salah satu petani pinang di wilayah itu.
Situasi ini menempatkan petani dan pengepul dalam posisi serba salah. Meski harga tidak menguntungkan dan pembayaran tersendat, mereka tetap harus melanjutkan panen sebagai satu-satunya sumber penghasilan keluarga.
“Berhenti panen bukan pilihan. Kami tetap harus jalan, karena ini satu-satunya mata pencaharian,” tutup Sugeng. (Us)
Discussion about this post