JT.COM – Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, memastikan bahwa proses rekonsiliasi data jamaah haji Indonesia telah rampung sebelum fase puncak ibadah haji (Armuzna).
Hal ini menjadi langkah krusial dalam menjamin kelancaran pelayanan ibadah, mulai dari wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, hingga pelaksanaan ibadah di Mina.
Rekonsiliasi data tersebut juga berperan penting dalam memastikan tidak adanya kendala administratif yang dapat mengganggu pemulangan jamaah ke Tanah Air.
“Alhamdulillah, seluruh proses rekonsiliasi data jamaah telah selesai sebelum Armuzna. Ini menjadi bagian penting agar tidak terjadi gangguan selama puncak ibadah haji,” ujar Hilman dikutip pada laman mui.or.id, Selasa (24/06/2025).
Proses rekonsiliasi data menjadi fokus setelah Kedutaan Besar Arab Saudi menyampaikan Nota Diplomatik terkait ketidaksesuaian data jamaah Indonesia. Ketidaksesuaian itu meliputi perbedaan data antara sistem e-Haj, Siskohat, dan manifest penerbangan.
Menurut Hilman, beberapa kasus terjadi karena adanya jamaah yang batal berangkat akibat sakit, meninggal dunia, atau alasan lain yang menyebabkan kursi pesawat harus segera diisi oleh jamaah cadangan.
“Dalam satu pesawat bisa terjadi perubahan signifikan. Namun kami tidak bisa membiarkan kursi kosong, karena itu dilakukan pergantian jamaah sesuai prosedur,” jelasnya.
Tim PHU dan Misi Haji Indonesia melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah secara aktif melakukan koordinasi setiap hari dengan Kementerian Haji Arab Saudi dan pihak syarikah. Proses ini dilakukan secara intensif, baik siang maupun malam.
“Koordinasi berjalan ketat dan berkesinambungan. Alhamdulillah, semuanya tuntas sebelum jamaah bergerak ke Arafah. Ini sangat mempengaruhi kelancaran puncak ibadah,” kata Hilman.
Dengan selesainya proses rekonsiliasi data, proses pelayanan dan pemulangan jamaah dapat berjalan tertib dan lancar. Tidak ditemukan gangguan berarti dalam pendataan ulang, identifikasi jamaah, maupun pengelompokan manifest pemulangan.
Hal ini juga mempermudah petugas lapangan dalam mendampingi jamaah secara administratif dan teknis.
Dalam konteks penyelenggaraan haji, rekonsiliasi data juga berkaitan erat dengan perlindungan jamaah yang terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Melalui skema ini, jamaah haji terutama petugas dan pekerja haji Indonesia di Arab Saudi dapat memperoleh jaminan kecelakaan kerja, santunan, hingga layanan kesehatan selama bertugas.
“Keakuratan data penting bukan hanya untuk logistik ibadah, tetapi juga untuk perlindungan sosial jamaah. Dalam skema perlindungan tenaga kerja lintas negara, BPJS TK sangat relevan terutama bagi petugas dan tenaga kerja sektor haji,” ujar seorang pengamat kebijakan haji dari UIN Jakarta. (*/Yol)
Discussion about this post